Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pentingnya Kompetensi Guru Bimbingan Konseling di Sekolah

Pentingnya Kompetensi Guru Bimbingan Konseling di Sekolah


Abstrak



Pelaksanaan dan adanya guru bimbingan dan konseling di
Indonesia merupakan bentuk dari kesadaran pemerintah dalam menyikapi masalah
pendidikan dan sebagai langkah percepatan dalam memperbaiki dan meningkatkan
sumber daya manusia. Keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan peran konselor
dan pengaturan profesi dapat dilihat dalam perundang-undangan dan peraturan
pemerintah. Mengingat keseriusan pemerintah dalam mengamati keberadaan konselor
di lembaga pendidikan, maka harus diikuti dengan penyiapan kompetensi ahli
profesional dalam menangani layanan ahli untuk peserta didik. Aspek-aspek yang
terkandung dalam kompetensi meliputi penguasaan terhadap landasan pedagosis,
profesional, sosial, dan kepribadian. Peningkatan kompetensi tersebut memberikan
kepuasan dalam memenuhi kebutuhan peserta didik.



Kata Kunci: Guru Bimbingan Konseling,
Kompetensi, Pedagosis, Profesional, Sosial, Kepribadian.



PENDAHULUAN



Sekolah merupakan tempat dimana setiap peserta
didik memiliki kewajiban yang sama untuk mengikuti berbagai macam bidang studi
dengan seksama. Bidang studi yang diajarkan pun begitu luas, sementara tidak
semua peserta didik memiliki kapasitas yang sama dalam memahami tiap bidang studi
tersebut. Kemampuan masing-masing individu dalam memroses bahan ajar yang
diberikan kepada mereka sangat bervariasi. Banyak faktor yang memengaruhi
terbentuknya kepribadian setiap peserta didik seperti pola asuh keluarga,
lingkungan sosial, dan agama.[1] Namun, terkadang
latar belakang mereka tidak diperhatikan. Setiap peserta didik hanya dituntut untuk
memiliki kemampuan kognitif dan psikologis yang baik dalam menjalankan
kegiatannya di sekolah. Dalam hal ini, seorang peserta didik perlu dibantu
mengenali kapasitas dan potensi diri mereka masing-masing, seperti bagaimana cara
mereka membangun kepercayaan diri dengan potensi yang mereka miliki, bagaimana
mereka bisa nyaman menerima setiap materi yang diberikan, bagaimana metode
belajar yang cocok bagi kepribadian mereka, pada situasi seperti apa mereka
bisa bertumbuh, dan dengan lingkungan yang bagaimana mereka dapat berkembang.



Peserta didik tidak hanya memerlukan
materi-materi pelajaran sekolah, materi bimbingan dan konseling pun perlu,
karena pada dasarnya setiap kehidupan pasti ada masalahnya, tak terkecuali
kehidupan seorang peserta didik. Sebagian peserta didik mungkin bisa mengatasi
masalahnya sendiri, namun tidak sedikit juga peserta didik yang kesulitan
mengatasinya, sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan
masalah-masalah tersebut. Jadi, apabila peserta didik tetap dibiarkan memiliki
masalah tanpa dibantu, bagaimana mungkin peserta didik bisa berkonsentrasi
untuk memahami atau berfikir mengenai pelajarannya. Kalau ia masih memiliki
beban fikiran yang lain, maka ia memerlukan peran dari bimbingan dan konseling
di Sekolah.



Salah satu komponen penting dalam sistem
pendidikan adalah adanya bimbingan dan konseling. Seorang guru memiliki tugas
untuk mengajar dan membimbing peserta didiknya, sehingga dituntut untuk memiliki
wawasan tentang konsep-konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan
adalah proses yang dilakukan seorang pembimbing kepada peserta didiknya secara
sistematis guna membantunya mencapai kemandirian dalam pemahaman, perkembangan,
penerimaan, pengarahan, dan perwujudan diri untuk mencapai tingkat perkembangan
maksimal yang dapat dicapainya, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.[2] Sedangkan
konseling merupakan bagian dari bimbingan, dapat berupa pelayanan ataupun
berupa teknik pada pelaksanaan bimbingan. Menurut Rohman Natawidjaja[3], konseling
merupakan bagian terarah pada bimbingan yang dilakukan seorang pembimbing
(konselor) pada seseorang yang dibimbingnya (konseli), dimana konselor membantu
mengarahkan konseli dalam mengenali dirinya sendiri untuk lebih siap menghadapi
tantangan yang akan dihadapinya pada waktu mendatang. Berdasarkan hal tersebut,
dibutuhkan peran seorang guru bimbingan dan konseling untuk membantu
mengarahkan kompetensi peserta didik dan memacu agar semangat serta ketekunan
mereka terus terjaga dalam perkembangan mereka sebagai seorang pelajar.



METODE PENELITIAN



Penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode analisis deskriptif,
yaitu dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklarifikasi, menyusun
dan menginterpretasinya. Metode deskriptif yang dipilih karena penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang
diteliti secara alamiah. Kajian dimulai dengan merumuskan fokus kajian pada
suatu tema besar dan mengumpulkan data sebagai instrumennya.



HASIL DAN PEMBAHASAN



Tujuan Bimbingan Konseling Pendidikan



Bimbingan dan konseling di sekolah melayani
peserta didik agar tidak tertinggal di bidang akademiknya, serta memiliki
kepribadian yang baik dalam bergaul dengan sesamanya. Dalam menjalankan
tugasnya, seorang guru BK (Bimbingan dan Konseling) diharapkan dapat membantu
peserta didiknya dalam mengenali potensi diri beserta lingkungannya, menentukan
rencana dan tujuan yang ingin diraihnya, hingga memahami kelemahan serta
kekuatan yang dimilikinya secara terstruktur dan tepat sehingga tujuan
bimbingan dan konseling dapat dicapai. Menurut Lilis Satriah[4], tujuan
bimbingan konseling dalam dunia akademik sebagai berikut.



  • Memiliki pemahaman dan kesadaran terkait
    potensi dirinya dalam aspek belajar.
  • Membiasakan diri memiliki respon dan pola
    belajar yang positif.
  • Memiliki motivasi tinggi dalam dirinya
    sendiri untuk terus belajar dalam jangka panjang (long-life learner)
  • Memiliki keterampilan atau metode belajar
    yang efektif untuk dirinya sendiri.
  • Memiliki kemampuan untuk membuat tujuan dan
    perencanaan belajar.
  • Memiliki kemampuan dan kesiapan mental
    dalam menghadapi ujuan.
  • Meperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan
    menunjang proses pendidikan pada umumnya.















Selain memiliki tujuan seperti yang
dikemukakan diatas, bimbingan konseling juga memiliki fungsi untuk membantu
peserta didik mengatasi setiap permasalahan pribadi maupun sosial yang mereka
hadapi, utamanya masalah yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di
sekolah, sehingga menjadi jembatan penghubung dalam memperbaiki hubungan baik
antara peserta didik, guru, dan staff lain di sekolah.



Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling di
Sekolah



Seorang konselor, dalam hal ini adalah guru
merupakan pihak yang bertanggung jawab dengan pengembangan layanan bimbingan
dan konseling di sekolah. Dalam mengemban tanggung jawab tersebut, seorang guru
bimbingan dan konseling harus memiliki wawasan terkait standar kompetensi yang
wajib dipenuhi. Tanpa memenuhi kompetensi pokok, sebuah layanan bimbingan dan
konseling dapat dikarakan hancur. Untuk menghindarkan konseli agar tidak menjadi
korban dari kehancuran layanan tersebut, terdapat 4 landasan dasar yang
mestinya dikuasai oleh seorang konselor, antara lain.



Pedagosis



Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling, seorang konselor diharapkan memiliki wawasan tentang landasan
pedagosis. Landasan pedagosis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu
bagian dari pendidikan yang amat penting dalam upaya memberikan bantuan
(pemecahan-pemecahan masalah) berupa motivasi agar peserta didik dapat mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut Budi Santoso[5],
terdapat tiga segi landasan pedagosis yang harus diperhatikan. Pertama,
Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan bentuk
upaya pendidikan. Kedua, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan
konseling. Ketiga, pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan
bimbingan dan konseling. Berikut ini penjelasan dari ketiganya.



  • Pendidikan sebagai upaya pengembangan
    individu: bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan.



Pendidikan adalah suatu sarana untuk
memanusiakan manusia. Seorang manusia dapat mengenal norma dan aturan dalam masyarakat
karena dia memiliki pendidikan. Tanpa pendidikan, seorang manusia tidak akan
mampu mengembangkan potensi diri dan lingkungan sosialnya. Undang-Undang No. 2
Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikaan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan  suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan Negara.



  • Pendidikan sebagai inti proses bimbingan
    dan konseling.



Bimbingan dan konseling membantu seorang
konseli dalam mengembangkan proses belajar. Bimbingan dan konseling merupakan
proses yang berorientasi pada belajarm belajar untuk memahami lebih jauh
tentang diri sendiri, dan mengembangkan berbagai pemahaman. Tak hanya itu,
dalam suatu konseling, seorang konseli harus belajar mempelajari kemampuan
dalam mengambil keputusan. Dengan proses belajar itulah seorang konseli
memperoleh hal baru bagi dirinya, yang mana dengan hal baru tersebut ia dapat
berkembang.



  • Pendidikan sebagai inti tujuan layanan
    bimbingan dan konseling.



Tujuan bimbingan dan konseling selain untuk
memperkuat tujuan pendidikan, juga membantu menunjang pelaksanaan proses pendidikan
itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan bimbingan dan konseling mencakup
aspek-aspek perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kematangan
personal dan emosional, serta kematangan sosial peserta didik yang akan
menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.



Contoh penerapan landasan pedagosis ini
terdapat dalam pembelajaran anak pendidikan Sekolah Dasar, yang memanfaatkkan
teknologi secara tepat dan cepat dalam dunia pendidikan. Tak hanya itu,
pembelajaran tematik integratif juga merupakan penerapan landasan pedagosis,
yaitu pembelajaran yang lebih menekankan peserta didik untuk belajar secara
aktif yang sesuai dengan tema dan gabungan mata pelajaran yang memiliki
keterkaitan.



Profesional.



Seorang konselor yang profesional hendaknya
memiliki integritas dan vitalitas, gesit dan terampil, memiliki kemampuan
menilai dan memperkirakan masalah secara tajam, terlatih, dan berpengalaman
luas, bersifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, mengenal diri sendiri,
tidak berpura-pura, menghargai orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan
orang lain, tidak mau menang sendiri, dan obyektif.[6]



Berikut ini beberapa persyaratan formal
yang harus dipenuhi seorang konselor (guru bimbingan konseling).



Berpendidikan minimal sarjana bimbingan.
Menguasai bidang proses konseling, pemahaman individu, informasi dalam bidang
pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan administrasi program bimbingan, prosedur
penelitian, dan penilaian bimbingan.



Seorang konselor profesional hendaknya
telah memiliki pengalaman mengajar atau melaksanakan praktek konseling selama
dua tahun, ditambah satu tahun pengalaman bekerja diluar bidang persekolahan,
tiga bulan sampai enam bulan praktek konseling yang diawasi oleh tim pembimbing
atau praktik magang, dan pengalaman yang ada kaitannya dengan bidang sosial.



Memiliki kematangan kepribadian yang
ditunjukkan dengan kematangan emosi, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas
menarik diri dari situasi yang rawan, serta cepat tanggap terhadap kritik.



Memiliki bakat skolatik, memiliki minat
yang mendalam untuk bekerjasama, dan minat untuk kegiatan yang akan dilakukan.



Dalam penerapannya, profesionalitas tidak
hanya terletak pada konselor, melainkan fasilitas ruangan bimbingan dan
konseling juga harus bermutu, fasilitas layanan bimbingan dan konseling yang
sesuai dengan standar profesional ialah tersedianya ruangan tempat bimbingan
khusus dan teratur di sekolah, serta perlengkapan lain yang memungkinkan
tercapainya proses layanan bimbingan dan konseling yang bermutu. Tanpa adanya
pembiayaan yang memadai maka proses pelaksanaan program layanan bimbingan dan
konseling cenderung mengalami hambatan dan sulit diharapkan tercapainya
keberhasilan program layanan bimbingan dan konseling tersebut.



Sosial.



Latar belakang sosial dapat memengaruhi
perilaku seorang peserta didik, sehingga seorang konselor harus lebih
memerhatikan kondisi sosial dari konselinya, yaitu peserta didik. Seorang
individu merupakan produk dari lingkungan sosial di mana ia hidup. Kebutuhan
akan layanan bimbingan dan konseling timbul karena adanya masalah-masalah
individu yang tidak lepas dari aspek sosial. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan
lingkungan mengakibatkan seorang individu merasa tersingkir dari lingkungannya.
Beberapa masalah sosial yang perlu menjadi fokus perhatian konselor adalah
perubahan konstelasi keluarga, perkembangan dunia pendidikan, dunia kerja,
rasisme dan seksisme, perkembangan komunikasi, kesehatan mental, perkembangan
teknologi, kondisi moral dan keagamaan dan kondisi sosial ekonomi.[7]



Penerapan bimbingan dan konseling
berlandasskan sosial yaitu dengan adanya konseling professional yang bersifat
antarbudaya, atau bahkan multibudaya, yang merupakan kebutuhan yang amat
mendesak bagi terselenggaranya pelayanan yang etis, dan hal ini merupakan
bagian yang integrak dari tugas profesional bimbingan dan konseling. Selain
itu, meskipun agaknya tidak mungkin mengharapkan sebagian besar konselor
memiliki keakraban dan keterampilan yang tinggi terhadap spektrum sosial budaya
yang luas dan berbeda-beda, adalah tetap dimungkinkan, dan bahkan menjadi kewajiban
kita untuk menekankan kepada konselor tentang pentingnya menghargai aspek
lingkungan sosial yang berpengaruh pada tingkah laku klien.



Kepribadian.



Setiap peserta didik memiliki kepribadian
yang berbeda-beda. Sebagai konselor tentunya sangat perlu untuk memahami
kepribadian yang dimiliki peserta didiknya. Hal ini juga tentunya untuk
memperlancar proses layanan bimbingan dan konseling. Berikut ini beberapa hal
yang perlu diperhatikan guru bimbingan konseling terkait kepribadian peserta didik.



  • Karakter, yang berkenaan dengan konsekuen
    atau tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
  • Temperamen, berkenaan dengan cepat atau
    lambatnya dalam mereaksi sebuah rangsangan yang ada;
  • Sikap, yang berkenaan dengan cepat atau
    lambatnya dalam mereaksi sebuah rangsangan yang ada;
  • Stabilitas, berkenaan dengan kadar
    kesulitan reaksi emosional terhadap rangsangan dari luar;
  • Responsibilitas, berkenaan dengan kesiapan
    untuk menerima resiko dari tindakan yang dilakukan;
  • Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang
    berhubungan dengan hubungan interpersonal.













Penerapan bimbingan dan konseling yang
dilandasi dengan kepribadian adalah dengan adanya layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didiknya memahami lingkungan sekolah,
terutama sekolah yang baru dimasuki peserta didik agar mempermudah peserta
didik menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial, kegiatan belajar-mengajar,
ataupun kegiatan lain yang mendukung keberhasilan peserta didik. Begitupun
orang tua peserta didik, dengan memahami kondisi, situasi, dan tuntutan
sekolah, orang tua akan dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi
keberhasilan anaknya.



KESIMPULAN



Bimbingan dan konseling merupakan komponen
dalam keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah. Perlunya bimbingan
konseling dapat berfungsi sebagai pemantau masalah-masalah peserta didik yang
berkaitan dengan masalah kelainan tingkah laku dan adaptasi. Sulitnya salah
satu peserta didik dalam mengikuti bidang studi yang diajarkan dalam sekolah,
serta susahnya beradaptasi dengan lingkungan merupakan akar permasalahan yang
biasanya beruntun. Tujuan bimbingan konseling adalah untuk menjadikan setiap
individu menjadi insan yang mengenali potensi dirinya, dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan, dan lebih mandiri dalam membuat keputusan terkait
dirinya sendiri.



Landasan pada bimbingan dan konseling
merupakan faktor yang harus diperhatikan. Terdapat 4 landasan yang juga
digunakan sebagai kompetensi dasar seorang konselor, yaitu pedogasis,
profesional, sosial, dan kepribadian. Seorang konselor dikatakan bermutu
apabila ia memiliki integritas, objektif, terlatih, dan berpengalaman luas.
Adapun persyaratan formal yang harus dimiliki seorang konselor yaitu
pendidikan, pengalaman, dan kecocokan pribadi. Layanan bimbingan konseling yang
bermutu adalah layanan yang mampu mengoptimalkan potensi-potensi individu agar
dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang mampu mandiri dan
mampu mengatasi masalah baik itu masalah dari aspek pribadi, sosial, maupun
pendidikan sesuai potensi yang dimilikinya.


Referensi artikel;










[1] Lilis Satriah, Panduan
Bimbingan Dan Konseling Pendidikan
(Bandung: Fokusmedia, 2018), 21–23.







[2] Dewa Ketut Sukardi and Desak P.E Nila Kusumawati, Proses
Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 2.







[3] Sukardi and Kusumawati, 4–5.







[4] Satriah, Panduan Bimbingan Dan Konseling Pendidikan, 33–34.







[5] Erman Amti and Prayitno, Layanan Bimbingan Dan Konseling
Kelompok
(Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang, 2004), 180.







[6] Achmad Juntika Nurihsan, Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja
(Bengkulu: Aditama, 2011), 57.







[7] Sutirna, Perkembangan Dan Pertumbuhan Peserta Didik
(Yogyakarta: Andi, 1964), 43.