Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Studi Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd

 

Studi Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd


Al-Qur’an adalah produk budaya (Muntaj al-Tsaqafi),
merupakan pernyataan yang disampaikan oleh Nasr Hamid Abu Zayd (seorang
penggagas metode penafsiran Al-Qur’an kontemporer). Ia juga merupakan tokoh
yang giat dalam meninterpretasikan Al-Quran yang dibangun dengan konsep
humanisme.



Sebagai salah satu sumber pedoman dan merupakan kitab suci
yang dimiliki umat muslim tentu saja pernyataan "Al-Quran adalah produk
budaya" sangat kontroversial dan menarik perhatian ulama-ulama dan
masyarakat muslim.



Biografi Nasr Hamid Abu Zayd



Nasr Hamid Abu Zayd lahir di mesir pada 10 juli 1943. Dia
dilahirkan di lingkup keluarga yang taat beragama islam dan juga merupakan
seorang hafiz yang mampu menceritakan isi Al-Qur’an sejak usia 8 tahun. Pada
tahun 1968 Nasr Hamid Abu Zayd kuliah di Universitas kairo dengan jurusan
bahasa dan sastra arab. Dalam dunia akademik, dia melahirkan karya dalam bidang
studi islam dan studi Al-Qur’an. dia juga merupakan seorang mufassir Al-Qur’an
dengan metode hermeneutika. Lebih khususnya adalah hermeneutika yang dihadapkan
pada konsep humanistik Al-Qur'an.



pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd



Al-Quran adalah produk budaya



Al-Qur’an adalah produk budaya (Muntaj al-Tsaqafi), yang
disampaikan oleh Nasr Hamid ini sedikit bersinggungan tentang perdebatan di
zaman dahulu. Dalam sejarah, kaum mu’tazillah berpendapat bahwasannya Al-Qur’an
merupakan makhluk yang telah diturunkan oleh Allah swt dalam menanggapi
persoalan di masa itu, sedangkan kaum asyariyyah berpendapat bahwasannya
Al-Qur’an merupakan sifat Allah swt atau kalam Allah swt.



Nasr Hamid Abu Zayd memunculkan pemahaman bahwa Al-Qur’an
adalah fenomena historis atau mempunyai konteks yang spesifik. Maksudnya,
Al-Qur’an terbentuk atau turun berdasarkan menjawab suatu realitas dan
problematika budaya yang ada pada zaman tersebut. Dengan demikian menurut Nasr
Hamid Abu Zayd Al-Qur’an adalah produk budaya.



hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd



Selain dengan teori Al-Quran adalah produk budaya, Nasr
Hamid Abu Zayd juga dikenal sebagai tokoh penafsir Al-Quran dengan metode
hermeneutika. Hermeneutika Nasr Hamid merupakan metodologi penafsiran yang
dihadapkan dengan konsep humanistik. Berikut adalah contoh  penerapan
teori interpretasi yang diberikan oleh Nasr Hamid :



Nasr Hamid Abu Zayd menafsirkan surah Annisa ayat 3 dengan
tiga tahapan. Konteks ketika ayat turun, meletakkan ayat dalam konteks
Al-Qur’an secara keseluruhan, dan mengusulkan sebuah pembaharuan hukum islam.



Pertama, melihat konteks ketika ayat tersebut turun, dan
menganalisis tradisi budaya Arab pra islam. Nasr Hamid Abu Zayd berpendapat
bahwa sebelum agama islam datang (khususnya turunnya ayat ini) poligami tidak
mempunyai batasan. Ketika islam datang dan surah An-nisa ayat tiga turun
Al-Quran membatasi laki-laki untuk menikah sampai empat orang istri saja.



Kedua, menghadapkan ayat dengan konteks Al-Qur’an secara
keseluruhan. Pada tahap ini, Nasr Hamid Abu Zayd membandingkan dua ayat yang
cenderung saling menjelaskan, dia membandingkan surah An-Nisa’ ayat 3 dan surah
An-Nisa’ ayat 129.



Kemudian dijelaskan lebih lanjut pada surah An-nisa’ ayat
129 bahwa adil adalah sesuatu yang mustahil bisa dilakukan oleh manusia, hal
itu berdasarkan pada penggunaan kata ”lan” yang mempunyai arti tidak akan.
Berdasarkan hal ini Nasr Hamid Abu Zayd ingin mengungkapkan bahwasannya salah
satu syarat seseorang boleh berpoligami adalah bisa berbuat adil, Sedangkan
menurut Al-Quran "adil tidak akan bisa dilakukan". Sebab itu, Nasr
Hamid Abu Zayd menyimpulkan bahwa ”poligami merupakan hal yang dilarang”



Ketiga, mengusulkan pembaharuan dalam hukum syariat islam
yakni tentang keharaman berpoligami. Dalam hukum klasik, poligami merupakan hal
yang dibolehkan. istilah pembolehan menurut Nasr Hamid Abu Zayd tidaklah
sesuai, karena pembolehan terkait dengan hal yang tidak dibicarakan oleh teks.
Sementara pembolehan pada teks Al-Qur’an pada hakikatnya adalah sebuah
pembatasan dari praktik yang tidak terbatas, pembatasan tidak berarti
pembolehan.



Sekian dari kami, semoga dengan adanya artikel " Nasr
Hamid Abu Zayd " pembaca bisa menambah wawasan serta bisa menjadi rujukan
ketika membuat makalah Nasr Hamid Abu Zayd.



Referensi;



Hamdani Fikri, “Nasr Hamid Abu Zayd dan teori
interpretasinya,” t.t.



Moch. Nur Ichwan, Meretas kesarjanaan kritis al-Quran: teori
hermeneutika Nashr AbĂ» Zayd (Teraju, 2003).



Terori interpretasi Nasr Hmid Abu Zayd (farabi) yang ditulis
oleh Fikri Hamdani pada 1 juni 2016



Al-Qur’an sebagai produk budaya studi analisa kritis
pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd (Hikmatna) yang ditulis oleh M. Miqdad Arifin, M.
Murtadho, dan Dzulkifli Radafi pada tahun 2019